Detail Cantuman

Grasi merupakan hak setiap warga Negara dan dapat diajukan langsung
kepada Presiden untuk mendapatkan pengampunan berupa perubahan,
peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada
terpidana yang diberikan langsung oleh Presiden sebagai Kepala Negara.
Permasalahan dalam Penelitian ini adalah Apakah pertimbangan Presiden dan
Mahkamah Agung terhadap pemberian grasi berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 23/G Tahun 2019 sudah memenuhi unsur tujuan pemidanaan dan
Bagaimanakah eksistensi grasi atas Keputusan Presiden Nomor 23/G tahun
2019 ditinjau dari perspektif hukum pidana di Indonesia. Adapun sifat
penelitian deskriptif analistis serta landasan Hukumnya mengacu kepada UUD
Republik Indonesia Tahun 1945, UU Grasi, KUHP dan Permenkumham.
Adapun kesimpulannya adalah 1.Pertimbangan Presiden dan Mahkamah
Agung dalam mengabulkan permohonan grasi berpihak kepada Terpidana
karena alasan kemanusiaan yang digunakan untuk memberikan potongan
masa tahanan dan belum sesuai dengan tujuan pemidanaan sehingga
pemberian grasi tersebut kurang tepat, 2. Eksistensi grasi dalam perspektif
hukum pidana di Indonesia dalam kasus ini ada atau eksis, sebagai warga
negara Terpidana berhak mengajukan permohonan grasi, akan tetapi dalam
hal permohonannya dikabulkan harus lebih mengedepankan keadilannya juga.
Adapun sarannya adalah 1. Presiden dan Mahkamah Agung sebaiknya dalam
mengabulkan permohonan grasi mempertimbangkan juga jenis tindak pidana
yang dilakukan Terpidana juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku secara utuh supaya tepat dalam hal memberikan pengampunan
pidana, 2. Sebaiknya eksistensi Grasi di dalam perspektif hukum pidana di
Indonesia lebih memperhatikan asas equality before the law agar tidak
terkesan tebang pilih, karena setiap Terpidana sebagai manusia mempunyai
hak yang sama dihadapan hukum dan dapat menciptakan keadilan di
masyarakat.