Detail Cantuman

Perceraian dianggap sebagai jalan keluar untuk rumah tangga yang tidak bisa lagi
diselamatkan. Setiap pasangan yang telah menikah tentu tidak mengharapkan
terjadinya perceraian. Namun, kenyataanya perceraian tak jarang terjadi, dan salah
satu dampak yang terjadi setelah perceraian bersangkutan dengan anak. Sepeti dalam
kasus ini telah terjadi perceraian akibat perselingkuhan antara suami dan istri dan istri
yang melakukan, sehingga hak asuh anak tersebut jatuh kepada ayah. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menentukan
putusan perceraian dan Bagaimanakah hakim dalam menentukan tanggung jawab
sebagai hak asuh berdasarkan kasus Putusan Nomor: 792/Pdt.G/2018/PN.Tng.
Adapun tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian yuridis normatif, sifat penelitan
deskriptif analisis, sebagai sumber data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Landasan hukumnya mengacu pada ketentuan pasal 19 huruf F Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dan pasal 41 Undang-undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 dan pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Kesimpulan dari
penelitian ini 1. Pertimbangan hakim berpihak kepada penggugat karena ibunya
dianggap tidak baik dalam pengasuhan, 2. Dalam kepastian hukum hak asuh anak
dibawah umur tersebut tidak mengacu pada ketentuan Pasal 105 KHI, sehingga masih
terdapat ketidak jelasan dari putusan hakim yang mengacu pada Pasal 41 UndangUndang Perkawinan itu bahwa hak asuh tersebut jatuh kepada ayah atau ibunya.
Adapun sarannya adalah 1. Bagi pasangan suami istri dalam melakukan perceraian
diperlukan pemahaman khususnya pentingnya dalam menjalankan kewajiban sebagai
orang tua 2. Sarannya majelis hakim selain memutus melihat dari tabiat, majelis
hakim juga harus melihat pihak yang memiliki waktu luang yang lebih dan
mempunyai pendapatan yang cukup