Detail Cantuman

Pedagang kaki lima menjadi pilihan alternatif bagi beberapa manusia
sebagai mata pencaharian pokok. Pedagang kaki lima hampir ditemukan diseluruh
kota yang ada di Indonesia, khususnya Kota Tangerang dan berjualan di area trotoar
dan keramaian lainnya. Hal ini terkadang justru berdampak negatif dan
mengganggu ketertiban umum karena ketidakteraturan pedagang kaki lima
tersebut, seperti peningkatan volume sampah dan kemacetan yang panjang. Satpol
PP sebagai representator Pemerintah Kota Tangerang dan bergerak dalam
penegakan peraturan daerah berperan penting dalam hal penertiban umum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi yang digunakan Satpol PP
dalam menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Sipon Tangerang serta hambatanhambatan yang ditemukan menggunakan model perencanaan komunikasi Philip
Lesly. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data berdasarkan penelitian
kualitatif deskriptif ini meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang
diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian sistematis dan dilakukan penarikan
kesimpulan atas apa yang telah diperoleh di lapangan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Satpol PP telah melakukan komunikasi berupa komunikasi
persuasif, komunikasi non-verbal berupa surat peringatan dan banner larangan,
serta sosialisasi peraturan terhadap pedagang kaki lima sesuai dengan model
perencanaan Philip Lesly, meliputi analisis dan riset, perumusan kebijakan,
perencanaan program, kegiatan komunikasi, dan feedback yang diperoleh untuk
dilakukan evaluasi. Bentuk komunikasi Satpol PP Kota Tangerang dalam
menertibkan PKL berjalan dengan baik, karena beberapa pedagang telah patuh
peraturan untuk tidak berjualan di zona terlarang, sehingga meminimalisir
kemacetan panjang. Faktor hambatan komunikasi yang dilakukan Satpol PP terdiri
dari faktor internal dan eksternal dimana kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM)
dan kesadaran pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan dari Pemerintah Kota
Tangerang.